Sabtu, 06 April 2013

Pencarian


Pernah kah terpikir oleh kita segala aktivitas kita yang menumpuk itu tiada artinya? Air mata, menjadi satu kebutuhan…
Bagaimana bisa? Yah, kadang hidupnya hati sering ditandai dengan tetesan air mata. Bagaimana tidak, seorang Umar bin Khattab pun menangisi kebodohannya di jaman jahiliyah setelah hijrah pada Islam.
Tapi, bagaimana agar air mata itu keluar?
Kadang keinsafan dan rasa mendalam akan banyaknya khilaf dan salah perlu dihadirkan. Namun, khilaf dan salah yang terus diabaikan sedikit demi sedikit membuat mati rasa. Yah, mati rasa

Mati rasa akan kesalahan
Mati rasa akan ketamakan
Mati rasa akan kesia-siaan perbuatan
Mati rasa disebabkan sifat malas, menunda-nunda pekerjaan, banyak dosa, dsb

Disadari, namun tetap sulit dikeluarkan.
Disadari, namun sulit dipaksakan.
Apakah sampai hati itu keras membatu? Saya juga kurang memahaminya..

Haru biru rasa itu membuncah di dalam dada, namun air itu tak kunjung keluar…
Terjebak pada rasa kebingungan yang dipenuhi kefanaan, kumencari Tuhanku
Serasa hilang jejak dan rasa, Dia selalu dekat, Dia selalu mengawasi, bisikku menguatkan hati

Dan masih terus berharap rasa itu muncul, air itu ada, dari tempat yang tak terduga. Seperti Hajar yang berlari dari Bukit Shafa ke Bukit Marwah padahal airnya ada di tengah keduanya, tepat di bawah kaki kecil Ismail
Masih terus berharap, berharap, hati ini tiada beku di dalamnya …

Dan air itu...
Masih terlihat dari kejauhan, inginnya kuberlari mengejarnya namun kukhawatir itu adalah fatamorgana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar