Sabtu, 26 April 2014

Banyak Hal

Banyak hal yang berkecamuk dalam diri
Banyak hal yang kadang sulit diungkapkan
Banyak hal yang membebani pikiran
Banyak hal yang membuat sulit menjelaskan keadaan

Tercengang sesaat saat kudengar kisahnya
Entah siapa dia, tiada pula kukenal
Ah, tapi ketika kudengar pastilah dia orang yang terkenal dulunya, hanya saya yang tiada tau
Kudengar saat ini, jari-jarinya diamputasi
Kudengar dia terserang diabetes, sudah menjaga agar tidak luka di badan, namun tertakdir pembuluh darah pecah
Kudengar, begitu kisahnya. Dia assabiqunal awwalun dakwah di Indonesia
Kudengar dia pun assabiqunal awwalun yang tidak sepakat dengan keputusan-keputusan petinggi dakwah saat itu, melepaskan diri dan aktif menginfokan ke khalayak kekurangan-kekurangan dakwah selama ini, khususnya para sdm nya
Kudengar dia saat ini tidak keluar dari kamar kecuali hanya ke kamar kecil
Kudengar, kurenungkan, & kupetik hikmahnya. Sungguh, semoga Allah menjaga keimanannya dengan cobaan sakit yang dideritanya
Siapapun kita, pasti pernah salah
Kudengar kisahnya dan ada doa yang terpanjat dalam hati, semoga dia diberi kekuatan iman melewatinya dan ditunjuki jalan yang benar

Tercengang saat kudengar materi yang disampaikannya
Dia perempuan hamil dihadapanku, menjelaskan tentang pembinaan anak-anak secara islami yang siap dijadikan sebagai pembawa risalah Rasulullah
Kulihat dan kuperhatikan pemaparannya, banyak hal
Dan kutemukan semangatku dalam membangun bangsa, kubayangkan kampung halamanku
Ah, dia memberikanku inspirasi

Tercengang saat ku bbm-an dengannya
Tak habis pikir dalam fikirku
Apa yang membuat dia dengan profesi dokter mau tinggal di kampung halamanku dengan segala keterbatasannya?
Apa yang membuat dia mau membawa serta istri dan anaknya yang baru seumur jagung di dunia untuk menetap di kampung halamanku?
Apa yang membuat dia mau hidup berkebatasan di kampungku yang jauh dengan kota nya yang metropolitan?
Sudahkah dia kemikirkan dengan matang segala fasilitas yang sulit diakses dan terbatas?
Sudahkah dia memikirkan tentang pendidikan putranya?
Bersediakah istrinya menemaninya?
Ah, dia hanya menjawab 'sudah' dengan beberapa alasan mulianya
Kumencari orang yang semisalnya, seandainya kukloning yang banyak
Semoga Allah memberikan dia daya juang, daya tahan yang panjang, dan cinta kasih di rumahnya sebagai penguatnya
Semoga Allah mudahkan rezeki untuknya

Tercengang saat kutelusuri beberapa keyword di google dan di youtube
Banyak yang baik namun tidak kalah sedikit yang buruk
Pikirku panjang, bagaimanakah model ideal penerus bangsa ini nanti?
Mereka disuguhi dengan begitu banyak suguhan sampah, mengarahkan individualistis, pergaulan bebas, bahkan asosial. Semuanya lengkap beserta tutorial caranya
Kuhembuskan nafas panjang, oh betapa malangnya, betapa malangnya
Mungkinkah masih ada pemimpin saat ini yang membuat kebijakan dan concern tentang ini?
Bukan hanya masalah tersedianya, namun juga penanggulangan dan alternatif tandingan yang mengarah pada perbaikan bangsa juga kebijakan lokal bangsa kita -gotong royong, tenggang rasa-
Kuharap dia muncul di pemerintahan baru di tahun ini, siapapun dia kuharap dia dicintai karena menyadarkan bangsa ini di ambang jurang curam mematikan
Kuharap dia cerdas mengelola amanahnya
Kuharap dia mampu selesaikan masalah ini di 5 tahun amanahnya, tidak lebih, syukur-syukur jika kurang dari itu

Tercengang saat kulihat banyak penggerak 'keadilan' dengan payung lambangnya masing-masing
Kebanyakan mereka cinta keadilan, pembela kebenaran, penyayang yang 'lemah'
Akan tetapi, kebingungan menyergapku
Mereka tidak suka dengan sikap asusila bersifat pemaksaan, pemerkosaan, pembunuhan, perampokan, dan lain sebagainya
Mereka permisif dengan sikap asusila yang bersifat tidak memaksa, pergaulan bebas, kondom, sinetron pengarah rasa iri dengki khianat, minuman keras, prostitusi, dan lain sebagainya
Mereka melihat jijik para penjual koran dan berbagai jajahan dagangan di jalan-jalan, bahkan tak satupun membuat iba dari seribu, duaribu uang mereka
Mereka menghardik para anak-anak yang kotor terkena debu, bau karena terik matahari dan dinginnya hujan, beralaskan kardus untuk tidur, mengais sedikit harapan di tong sampah
Kulihat mereka masih saja makan dengan banyaknya pilihan karena 'lapar mata' tidak menghabiskannya karena kekenyangan dan berada dalam lingkaran tuntutan kehidupan modern akibat 'taat taklid' mereka
Kulihat mereka di sudut hatiku, adakah sedikit makanan untuk yang tiada sanggup membelinya?
Kulihat mereka bercerita hebat tentang apa yang telah dia perbuat dengan 'keadilan'nya, tiada bohong mungkin, namun cukup pada satu dua hal dan merasa cukup dengan satu kisah besar yang tersebar di media sosial
Bagaimanakah dengan yang lain? Si pedagang di lampu merah yang selalu dia lewati, si ibu pemungut plastik dengan gerobaknya yang selalu dijumpai, para anak-anak pengamen di angkot yang ditumpangi atau di kaca jendela mobilnya, apakah mereka sudah membuat mati hatinya?
Kuberharap lebih pada mereka, kuberharap semoga mereka segera sadar dalam kekeliruannya dan Allah tunjuki jalanNya
Sebab mereka masih punya sedikit hati nurani, hanya saja tercampur dengan keburukan dinamika hidup saat ini
Sehingga mereka tidak lebih kritis, hanya mengikuti tren 'keadilan'

Ah, ini hanya fikirku dan renungku

Banyak hal yang berkecamuk dalam diri
Banyak hal yang kadang sulit diungkapkan
Banyak hal yang membebani pikiran
Banyak hal yang membuat sulit menjelaskan keadaan
Apakah tidak membuat kita sedikit tergelitik untuk bangkit mengambil salah satu peran yang positif?


Selasa, 22 April 2014

Penantianku

Baru menyadari jika cinta kepadanya tertanam dan menghujam dalam di dalam hati. 

Baru tersadar, mungkin bagi yang lain terlambat. 

Tapi, bukankah tidak ada kata terlmbat?


Lamat-lamat di dalam hati, bisikan kuat membayangi

Kecupan di dahi, di pipi kanan dan kiri

Sarapan sehat di pagi hari

Air panas untuk mandi selalu melengkapi untuk memulai hari


Ku tersadar, setelah berjalan menahun

Meski berbeda dimensi dan waktu, ternyata cinta itu terbawa ke alam bawah sadar, kuat menancap

Kau yang membuatku seperti saat ini


Ketika ingatan itu di refresh, ah kau masih jelas dalam ingatan

Teringat sentuhan, belaian sayang, jawaban sabar dari pertanyaanku yang banyak 

Di setiap diskusi kita, selalu teringat kecerdasanmu. Teman terindah untuk berdiskusi

Aku selalu dalam kecerewetanku, dan kau selalu dengan senyum teduh beserta sabarmu


Tidak ada satupun penyesalan di hati

Tidak pula ada kebencian karena alasan kita terpisah

Kuhanya bersyukur, pernah berkesempatan bersamamu

Walau kita masing-masing hanya episode kecil dalam drama kehidupan kita


Kuberharap suatu saat kita bertemu kembali

Kuberharap cintaku dan cintamu akan dipertemukan dalam keabadian

Kuberharap Dia ridha

Kuberharap cinta kita dalam ketaatan padaNya


Tidak ada penyesalan dalam hati

Kubersyukur berkesempatan untuk mewarnai harimu

Karena kau lebih banyak memberi warna dalam kehidupanku

Kuberharap kau pun tidak menyesal memilikiku


Kumenanti pertemuan itu, semoga aku tidak membuatmu kecewa selama ini


*di sudut hati, di dimensi yang berbeda

Semoga Allah selalu menjagamu, kuucapkan salam khidmat


anakmu

yang selalu berharap bisa terus menjadi anakmu

Rabu, 02 April 2014

Keterasingan

"Terasing di keramaian jauh lebih sepi dibanding terasing dalam kesepian"

Pernahkan kita merasa berada dalam dimensi dunia yang berbeda meskipun kita berada di tempat, waktu, dan suasana yang sama serta dibersamai dengan orang-orang yang biasa bersama kita? Hal aneh yang saya rasa hampir semua dirasakan oleh kita.
Perasaan ingin pergi ke suatu tempat yang entah di mana, perasaan ingin melihat suasana baru. Sumpek mungkin, stres mungkin, atau tidak ada hal yang menjadi alasan untuk tertekan namun perasaan itu menggelayuti hati. Semoga kita terhindar dari bisikan dan arahan setan menuju hal yang tidak diridhaiNya.

Rasa was-was yang selalu dibisikkan setan sudah Allah peringatkan dalam ayat pada salah suratnya yang menceritakan tentang manusia, QS An-Nass. Setan tak henti untuk selalu membisiki kita dengan keragu-raguan. Padahal Allah memerintahkan kita untuk menjauhi hal yang ragu. Sehingga pada fitrahnya, kita sebagai manusia laiknya tidak merasakan keraguan. Namun, hal tersebut dapat kita capai jika jarak kedekatan (atau usaha mendekatkan) diri kita kepada Allah dekat, tidak jauh. Dia akan senantiasa membimbing kepada jalan yang lurus, seperti doa yang selalu kita pinta di tiap rakaat shalat kita.

Namun, mengapakah perasaan keterasingan itu menggelayuti? Apakah kita yang aneh, ataukah mereka yang aneh? Apakah keterasingan itu merupakan satu bentuk keraguan?

Mari kita ingat kembali perjalanan Rasulullah pada saat-saat amanah kerasulannya akan disampaikan. Atau kisah Umar bin Khattab pada saat memegang pedangnya sembari bergegas ke rumah Rasulullah untuk membunuhnya. Apakah perasaan yang membuncah di hati mereka? Ya, kegelisahan. Kegelisahan Rasulullah adalah kegelisahan akan keburukan bangsanya yang tidak bisa ia bendung dan tetap saja tidak bisa menjadi bagian dari bangsanya untuk berbaur sehingga beliau memilih untuk berdiam diri di gua Hira. Kegelisahan Umar bin Khattab akan ajakan agama baru Muhammad yang dia lihat sebagai alasan berpisahnya seorang istri dengan suami, durhakanya seorang anak kepada orang tua, bahkan tidak patuhnya seorang budak dengan tuannya, sehingga dia memutuskan untuk mendatangi Muhammad untuk membunuhnya.

Di tengah kegelisahan hati, keterasingan jiwa, kedua orang yang mulia ini diberi petunjuk. Rasulullah dipertemukan dengan malaikat jibril dan diamanahkan dengan kalimat Allah yang pertama hingga bergetar seluruh badannya, sang istri yang hanif segera menanyakan perihal sang suami kepada pamannya yang ahli kitab sehingga ditemuilah jawaban atas kondisi sang suami, dia dipilih menjadi utusan Allah. Umar bin Khattab di tengah perjalanannya diejek oleh seorang yang menyatakan bahwa mana mungkin membunuh orang lain sedangkan jelas-jelas adik kandungnya pengikut agama tersebut, sehingga dikaruniailah hidayah sang Umar dengan tetap datang ke rumah Muhammad untuk berbaiat masuk ke dalam Islam, bukan untuk membunuhnya.

Begitulah kegelisahan dan keterasingan dua orang salih. Lalu, bagaimanakah dengan kita?
Tidak jarang keterasingan itu kita rasakan karena banyaknya maksiat yang diperbuat kepadaNya. Banyaknya kesalahan, kelalaian, baik disengaja ataupun tidak yang tidak segera kita mohon ampunNya. Sehingga matilah hati. Awalnya gelisah, dibiarkan, terus dibiarkan, hingga terasinglah kita di antara kumpulan orang-orang baik. Muncullah kegelisahan, alhamdulillah jika masih merasa gelisah. Mungkin saja Allah masih memberi kesempatan untuk kembali sehingga ada perasaan tidak nyaman di dalam hati atas kondisi jiwa yang tidak sehat.

Rabb, tunjukilah kami jalan lurus seperti jalan orang-orang salih terdahulu.

Keterasingan orang beriman tidak disertai kegelisahan, mereka selalu diliputi ketenangan meskipun tidak demikian yang dinyana para pelaku maksiat lainnya. Mereka (orang beriman) punya kekuatan di atas segala bentuk musibah atas keterasingan yang mereka rasakan. Bahkan mereka tidak menyendiri di keramaian, mereka berbaur. Mereka akan menyendiri dalam kesendiriannya, untuk mengevaluasi interaksi mereka dalam keramaian, adakah maksiat kepadaNya di sana?