Butuh banyak hal, hatta waktu, pengorbanan, dan kesempitan untuk menjadi schöneSchmetterlinger. Namun, setelah dia ada, begitu banyak manfaat dan indah dalam pandangan....
Sabtu, 26 April 2014
Banyak Hal
Selasa, 22 April 2014
Penantianku
Baru menyadari jika cinta kepadanya tertanam dan menghujam dalam di dalam hati.
Baru tersadar, mungkin bagi yang lain terlambat.
Tapi, bukankah tidak ada kata terlmbat?
Lamat-lamat di dalam hati, bisikan kuat membayangi
Kecupan di dahi, di pipi kanan dan kiri
Sarapan sehat di pagi hari
Air panas untuk mandi selalu melengkapi untuk memulai hari
Ku tersadar, setelah berjalan menahun
Meski berbeda dimensi dan waktu, ternyata cinta itu terbawa ke alam bawah sadar, kuat menancap
Kau yang membuatku seperti saat ini
Ketika ingatan itu di refresh, ah kau masih jelas dalam ingatan
Teringat sentuhan, belaian sayang, jawaban sabar dari pertanyaanku yang banyak
Di setiap diskusi kita, selalu teringat kecerdasanmu. Teman terindah untuk berdiskusi
Aku selalu dalam kecerewetanku, dan kau selalu dengan senyum teduh beserta sabarmu
Tidak ada satupun penyesalan di hati
Tidak pula ada kebencian karena alasan kita terpisah
Kuhanya bersyukur, pernah berkesempatan bersamamu
Walau kita masing-masing hanya episode kecil dalam drama kehidupan kita
Kuberharap suatu saat kita bertemu kembali
Kuberharap cintaku dan cintamu akan dipertemukan dalam keabadian
Kuberharap Dia ridha
Kuberharap cinta kita dalam ketaatan padaNya
Tidak ada penyesalan dalam hati
Kubersyukur berkesempatan untuk mewarnai harimu
Karena kau lebih banyak memberi warna dalam kehidupanku
Kuberharap kau pun tidak menyesal memilikiku
Kumenanti pertemuan itu, semoga aku tidak membuatmu kecewa selama ini
*di sudut hati, di dimensi yang berbeda
Semoga Allah selalu menjagamu, kuucapkan salam khidmat
anakmu
yang selalu berharap bisa terus menjadi anakmu
Rabu, 02 April 2014
Keterasingan
Pernahkan kita merasa berada dalam dimensi dunia yang berbeda meskipun kita berada di tempat, waktu, dan suasana yang sama serta dibersamai dengan orang-orang yang biasa bersama kita? Hal aneh yang saya rasa hampir semua dirasakan oleh kita.
Perasaan ingin pergi ke suatu tempat yang entah di mana, perasaan ingin melihat suasana baru. Sumpek mungkin, stres mungkin, atau tidak ada hal yang menjadi alasan untuk tertekan namun perasaan itu menggelayuti hati. Semoga kita terhindar dari bisikan dan arahan setan menuju hal yang tidak diridhaiNya.
Rasa was-was yang selalu dibisikkan setan sudah Allah peringatkan dalam ayat pada salah suratnya yang menceritakan tentang manusia, QS An-Nass. Setan tak henti untuk selalu membisiki kita dengan keragu-raguan. Padahal Allah memerintahkan kita untuk menjauhi hal yang ragu. Sehingga pada fitrahnya, kita sebagai manusia laiknya tidak merasakan keraguan. Namun, hal tersebut dapat kita capai jika jarak kedekatan (atau usaha mendekatkan) diri kita kepada Allah dekat, tidak jauh. Dia akan senantiasa membimbing kepada jalan yang lurus, seperti doa yang selalu kita pinta di tiap rakaat shalat kita.
Namun, mengapakah perasaan keterasingan itu menggelayuti? Apakah kita yang aneh, ataukah mereka yang aneh? Apakah keterasingan itu merupakan satu bentuk keraguan?
Mari kita ingat kembali perjalanan Rasulullah pada saat-saat amanah kerasulannya akan disampaikan. Atau kisah Umar bin Khattab pada saat memegang pedangnya sembari bergegas ke rumah Rasulullah untuk membunuhnya. Apakah perasaan yang membuncah di hati mereka? Ya, kegelisahan. Kegelisahan Rasulullah adalah kegelisahan akan keburukan bangsanya yang tidak bisa ia bendung dan tetap saja tidak bisa menjadi bagian dari bangsanya untuk berbaur sehingga beliau memilih untuk berdiam diri di gua Hira. Kegelisahan Umar bin Khattab akan ajakan agama baru Muhammad yang dia lihat sebagai alasan berpisahnya seorang istri dengan suami, durhakanya seorang anak kepada orang tua, bahkan tidak patuhnya seorang budak dengan tuannya, sehingga dia memutuskan untuk mendatangi Muhammad untuk membunuhnya.
Di tengah kegelisahan hati, keterasingan jiwa, kedua orang yang mulia ini diberi petunjuk. Rasulullah dipertemukan dengan malaikat jibril dan diamanahkan dengan kalimat Allah yang pertama hingga bergetar seluruh badannya, sang istri yang hanif segera menanyakan perihal sang suami kepada pamannya yang ahli kitab sehingga ditemuilah jawaban atas kondisi sang suami, dia dipilih menjadi utusan Allah. Umar bin Khattab di tengah perjalanannya diejek oleh seorang yang menyatakan bahwa mana mungkin membunuh orang lain sedangkan jelas-jelas adik kandungnya pengikut agama tersebut, sehingga dikaruniailah hidayah sang Umar dengan tetap datang ke rumah Muhammad untuk berbaiat masuk ke dalam Islam, bukan untuk membunuhnya.
Begitulah kegelisahan dan keterasingan dua orang salih. Lalu, bagaimanakah dengan kita?
Tidak jarang keterasingan itu kita rasakan karena banyaknya maksiat yang diperbuat kepadaNya. Banyaknya kesalahan, kelalaian, baik disengaja ataupun tidak yang tidak segera kita mohon ampunNya. Sehingga matilah hati. Awalnya gelisah, dibiarkan, terus dibiarkan, hingga terasinglah kita di antara kumpulan orang-orang baik. Muncullah kegelisahan, alhamdulillah jika masih merasa gelisah. Mungkin saja Allah masih memberi kesempatan untuk kembali sehingga ada perasaan tidak nyaman di dalam hati atas kondisi jiwa yang tidak sehat.
Rabb, tunjukilah kami jalan lurus seperti jalan orang-orang salih terdahulu.
Keterasingan orang beriman tidak disertai kegelisahan, mereka selalu diliputi ketenangan meskipun tidak demikian yang dinyana para pelaku maksiat lainnya. Mereka (orang beriman) punya kekuatan di atas segala bentuk musibah atas keterasingan yang mereka rasakan. Bahkan mereka tidak menyendiri di keramaian, mereka berbaur. Mereka akan menyendiri dalam kesendiriannya, untuk mengevaluasi interaksi mereka dalam keramaian, adakah maksiat kepadaNya di sana?