Di tengah-tengah maraknya seruan kepedulian untuk membantu Somalia dan tingginya ghirah kaum muslimin untuk berbagi, sebuah akun twitter dengan nama hatikvah1 malah bersuara sebaliknya. Dia malah mengatakan bahwa kalau kita membantu Somalia berarti kita membantu perampok.
Pak Ahyudin pun mengingatkan si user hatikvah1 untuk berhati-hati karena dia sudah menyakiti dan melukai perasaan umat Islam. Namun, dasar ngeyel, si haktivah1 ini tetap ngotot dan mengeluarkan tulisan-tulisan yang pedas dan menyakitkan. "Kalau ngga kuat kritik tutup aja account twitternya, disini bukan masjid yg monolog :)" begitu katanya. Untuk yang satu ini, mungkin kita perlu banyak-banyak istighfar dan ingat firman Allah SWT “telah tampak kebencian dari mulut-mulut mereka dan apa yang disembunyikan dalam dada mereka sangatlah besar”. (Ali Imran:118)
Umat Islam memang sudah menerima penghinaan dari musuh-musuhnya. Sejak zaman Rasulullah dan para sahabatnya berdakwah di Makkah dan Madinah hingga sekarang. Media massa banyak yang begitu mudah menyalahkan gerilyawan Al Shabab yang dianggap menghalangi bantuan kemanusiaan. Somalia pun dengan mudah diidentikkan dengan para perompak dan bajak laut sehingga tidak perlu dibantu walau warganya kelaparan. Semua itu menyebabkan kita melupakan akar masalah yang sesungguhnya dari bencana kelaparan yang terjadi di Somalia dan Afrika pada umumnya.
Di Somalia memang ada para perompak yang menjarah kapal-kapal laut yang datang. Namun, mereka bukanlah representasi penduduk muslim Somalia. Gaya hidup mereka yang penuh kemaksiatan, hura-hura serta penyalahgunaan narkotika bukanlah gaya hidup yang sesuai ajaran Islam. Kondisi masyarakat yang sudah hancur itu pun juga membuat orang termotivasi bergabung dengan para perompak. Jadi dapat kita simpulkan bahwa fenomena perompak ini hanyalah puncak gunung es permasalahan sosial yang ada di sana.
Sebuah artikel menarik berjudul Famine in Somalia dimuat di situs Worker Solidaritymembuka mata kita akan apa yang sesungguhnya terjadi. Artikel itu membahasa peran negara-negar Barat dan lembaga-lembaga keuangan international dalam bencana kelaparan di Somalia. Perbudakan dan kolonialisme sudah menjangkiti Afrika berabad-abad lamanya. Hal ini tidak pernah dikenali dan dianggap penting oleh negara-negara Barat. Padahal keserakahan mereka adalah akar dari persoalan yang ada di Afrika, terutama di Somalia saat ini.
Pertanian tradisional Afrika zaman dahulu terdiri dari beragam tanaman, termasuk tanaman yang tahan kekeringan. Jadi, walaupun bencana kekeringan melanda, orang Afrika tidak sampai mati kelaparan, apalagi dalam jumlah besar. Hutan pun masih sangat luas sehingga pola turunnya hujan cenderung stabil dan tidak terlalu menyulitkan para petani.
Pada tahun 1970, Bank- bank di Barat menganjurkan dan memaksa banyak negara-negara Afrika untuk meminjam sebanyak mungkin pada mereka. Uang pinjaman itu, yang seharusnya digunakan untuk proyek jalan dan irigasi, ternyata banyak diselewengkan para diktator dan dihamburkan untuk hal-hal yang tidak bermanfaat seperti senjata. Orang-orang Afrika menanam "cash crop" atau tanaman - tanaman yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan Industri, seperti teh, kapas, kopi, coklat dan sebagainya. Sebagian besar hasil dari tanaman "cash crop" itu digunakan untuk membayar hutang-hutang yang tak pernah terbayarkan. Hutang itu memang sesungguhnya bukan untuk menyejahterakan negara jajahan, tapi sekedar alat untuk melanggengkan penjajahan.
Negera-negara Afrika pun terpaksa mengemis pada IMF. Namun, IMF malah menerapkan solusi draconian yang bersifat imprealistik dan mempersulit kehidupan rakyat miskin. Subsidi kesehatan dan kesejahteraan pun dipotong tanpa ampun hingga kemiskinan merebak merajalela. IMF bukan memberi solusi namun malah menambah beban penderitaan rakyat.
Pertanyaannya kemudian, mengapa banyak negara begitu mudah berpaling pada solusi IMF yang sudah jelas tidak pernah berhasil itu? Z.A. Maulani, dalam buku Zionisme, Gerakan Menaklukkan Dunia, menjelaskan tentang penjualan aset-aset negara oleh para pejabat keuangan. Dalam buku tersebut, ZA Maulani mengutip perkataan Joseph Stiglitz sebagai berikut:
“Kita bisa melihat bagaimana mata para pejabat keuangan di negara penerima bantuan itu terbelalak, tatkala mengetahui prospek ‘pemberian’ 10% komisi beberapa milyar dolar yang akan dibayarkan langsung ke rekening pribadi yang bersangkutan di suatu bank Swiss, yang diambilkan dari harga penjualan aset nasional mereka tadi”. Hal. 199
10 persen dari uang trilyunan memang bukan jumlah yang kecil. Tidak mengherankan apabila Joseph Stiglitz menyebut program Privatisasi itu sebagai Program Penyuapan.
Ironis memang, ternyata akar permasalahan kelaparan di Afrika adalah keserakahan negara-negara Barat yang selama ini dikenal pro zionisme. Sebuah ideologi dajjalist dankabbalist yang dipuja pula oleh si haktiva1 itu. Yang dengan mudah menuding orang lain sebagai perompak sementara dia sendiri pro pada negara zalim yang tangannya berlumuran darah orang-orang tak berdosa.
Setelah mengetahui akar permasalahan kelaparan di Somalia, tidakkah hati kita bergetar untuk membantu mereka. Ingatlah, mungkin diantara kita ada yang setiap hari mengkonsumsi hasil dari "cash crop" yang ditanam oleh orang-orang Afrika termasuk Somalia. Maka, sudah sewajarnya, sebagai sesama muslim dan sesama manusia, kita mengeluarkan sebagian harta kita untuk membantu mereka di sana. Sudah ada lembaga-lembaga terpercaya yang bisa mengantarkan amanah donasi kita kepada yang membutuhkan di sana.
Food for Somalia:
BCA 6760302021
BSM 1010001114
Mandiri 1280004593338
BRI 092401000018304
Tidak ada komentar:
Posting Komentar