Rabu, 16 November 2011

Tidak ada efek berarti dari radiasi microwave ataupun ponsel

Studi kuantifikasi efek yang disebabkan medan listrik vs pemanasan konvensional



Efek pemanasan microwave dan radiasi ponsel pada bahan sampel tidak berbeda dari kenaikan suhu, menurut para ilmuwan dari Departemen Kimia dan Biokimia, Arizona State University, di Tempe, yang dipublikasikan dalam edisi terbaru EPJ B¹.
Abidah Khalife, Ullas Pathak dan Ranko Richert mencoba untuk pertama kalinya untuk secara sistematis mengukur perbedaan antara gelombang mikro yang disebabkan pemanasan dan pemanasan konvensional menggunakan kompor listrik atau oil-bath, dengan sampel gliserol cair tipis. Para peneliti mengukur perubahan molekul mobilitas dan reaktivitas diinduksi oleh medan listrik dalam sampel, yang dapat diukur dengan yang dikenal sebagai konfigurasi temperatur.
Dengan melakukan eksperimen di berbagai lapangan dan frekuensi ketebalan sampel, mereka menyadari bahwa sampel tipis yang terkena pemanasan dengan frekuensi rendah medan listrik dapat memiliki mobilitas jauh lebih tinggi dan reaktivitas dari sampel yang terkena pemanasan standar, bahkan jika mereka berada pada suhu sampel yang sama persis. Mereka juga menemukan bahwa pada frekuensi yang lebih tinggi (hingga MHz) untuk sampel lebih tebal dari satu milimeter, jenis pemanas yang digunakan tidak memiliki dampak yang signifikan terhadap tingkat mobilitas molekul dan reaktivitas, terutama tergantung pada suhu sampel. Akibatnya, suhu secara konfigurasi hanya akan sedikit lebih tinggi dari suhu nyata yang terukur.
Studi sebelumnya sebagian besar secara fundamental di alam dan tidak membuat kaitan antara gelombang mikro dan efek pemanasan ponsel. Temuan ini menyiratkan bahwa radiasi untuk pemanasan dengan microwave atau ponsel yang beroperasi pada rentang frekuensi gigahertz, tidak ada efek lain dari kenaikan suhu. 
Karena hasilnya berdasarkan suhu rata-rata, penelitian berikutnya yang dapat menghitung overheating lokal diperlukan, misalnya, menilai risiko yang terkait dengan menggunakan keduanya -microwave dan ponsel- yang terjadi pada jaringan biologis yang terkena medan gelombang mikro tersebut.

Diterjemahkan secara bebas dari:

1. Khalife A, Pathak U, and Richert R (2011). Heating liquid dielectrics by time dependent fields. European Physical Journal B (EPJ B). 83, 429 – 435, DOI 10.1140/epjb/e2011-20599-5

Kamis, 01 September 2011

Suara sumbang tentang Somalia

Di tengah-tengah maraknya seruan kepedulian untuk membantu Somalia dan tingginya ghirah kaum muslimin untuk berbagi, sebuah akun twitter dengan nama hatikvah1 malah bersuara sebaliknya.  Dia malah mengatakan bahwa kalau kita membantu Somalia berarti kita membantu perampok.  


Pak Ahyudin pun mengingatkan si user hatikvah1 untuk berhati-hati karena dia sudah menyakiti dan melukai perasaan umat Islam. Namun, dasar ngeyel, si haktivah1 ini tetap ngotot dan mengeluarkan tulisan-tulisan yang pedas dan menyakitkan.  "Kalau ngga kuat kritik tutup aja account twitternya, disini bukan masjid yg monolog :)" begitu katanya.  Untuk yang satu ini, mungkin kita perlu banyak-banyak istighfar dan ingat firman Allah SWT “telah tampak kebencian dari mulut-mulut mereka dan apa yang disembunyikan dalam dada mereka sangatlah besar”. (Ali Imran:118)

Umat Islam memang sudah menerima penghinaan dari musuh-musuhnya.  Sejak zaman Rasulullah dan para sahabatnya berdakwah di Makkah dan Madinah hingga sekarang.  Media massa banyak yang  begitu mudah menyalahkan gerilyawan Al Shabab yang dianggap menghalangi bantuan kemanusiaan.  Somalia pun dengan mudah diidentikkan dengan para perompak dan bajak laut sehingga tidak perlu dibantu walau warganya kelaparan. Semua itu menyebabkan kita melupakan akar masalah yang sesungguhnya dari bencana kelaparan yang terjadi di Somalia dan Afrika pada umumnya. 

Di Somalia memang ada para perompak yang menjarah kapal-kapal laut yang datang.  Namun, mereka bukanlah representasi penduduk muslim Somalia.  Gaya hidup mereka yang penuh kemaksiatan, hura-hura serta penyalahgunaan narkotika bukanlah gaya hidup yang sesuai ajaran Islam.  Kondisi masyarakat yang sudah hancur itu pun juga membuat orang termotivasi bergabung dengan para perompak.  Jadi dapat kita simpulkan bahwa fenomena perompak ini hanyalah puncak gunung es permasalahan sosial yang ada di sana.   

Sebuah artikel menarik berjudul Famine in Somalia dimuat di situs Worker Solidaritymembuka mata kita akan apa yang sesungguhnya terjadi.  Artikel itu membahasa peran negara-negar Barat dan lembaga-lembaga keuangan international dalam bencana kelaparan di Somalia.  Perbudakan dan kolonialisme sudah menjangkiti Afrika berabad-abad lamanya. Hal ini tidak pernah dikenali dan dianggap penting oleh negara-negara Barat.  Padahal keserakahan mereka adalah akar dari persoalan yang ada di Afrika, terutama di Somalia saat ini.   

Pertanian tradisional Afrika zaman dahulu terdiri dari beragam tanaman, termasuk tanaman yang tahan kekeringan.  Jadi, walaupun bencana kekeringan melanda, orang Afrika tidak sampai mati kelaparan, apalagi dalam jumlah besar.  Hutan pun masih sangat luas sehingga pola turunnya hujan cenderung stabil dan tidak terlalu menyulitkan para petani.   

Pada tahun 1970, Bank- bank di Barat menganjurkan dan memaksa banyak negara-negara Afrika untuk meminjam sebanyak mungkin pada mereka.  Uang pinjaman itu, yang seharusnya digunakan untuk proyek jalan dan irigasi, ternyata banyak diselewengkan para diktator dan dihamburkan untuk hal-hal yang tidak bermanfaat seperti senjata.  Orang-orang Afrika menanam "cash crop" atau tanaman - tanaman yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan Industri, seperti teh, kapas, kopi, coklat dan sebagainya.  Sebagian besar hasil dari tanaman "cash crop" itu digunakan untuk membayar hutang-hutang yang tak pernah terbayarkan.  Hutang itu memang sesungguhnya bukan untuk menyejahterakan negara jajahan, tapi sekedar alat untuk melanggengkan penjajahan.  

Negera-negara Afrika pun terpaksa mengemis pada IMF.  Namun, IMF malah menerapkan solusi draconian yang bersifat imprealistik dan mempersulit kehidupan rakyat miskin.  Subsidi kesehatan dan kesejahteraan pun dipotong tanpa ampun hingga kemiskinan merebak merajalela.  IMF bukan memberi solusi namun malah menambah beban penderitaan rakyat.  

Pertanyaannya kemudian, mengapa banyak negara begitu mudah berpaling pada solusi IMF yang sudah jelas tidak pernah berhasil itu? Z.A. Maulani, dalam buku Zionisme, Gerakan Menaklukkan Dunia, menjelaskan tentang penjualan aset-aset negara oleh para pejabat keuangan.  Dalam buku tersebut, ZA Maulani mengutip perkataan Joseph Stiglitz sebagai berikut:

“Kita bisa melihat bagaimana mata para pejabat keuangan di negara penerima bantuan itu terbelalak, tatkala mengetahui prospek ‘pemberian’ 10% komisi beberapa milyar dolar yang akan dibayarkan langsung ke rekening pribadi yang bersangkutan di suatu bank Swiss, yang diambilkan dari harga penjualan aset nasional mereka tadi”.  Hal. 199

10 persen dari uang trilyunan memang bukan jumlah yang kecil.  Tidak mengherankan apabila Joseph Stiglitz menyebut program Privatisasi itu sebagai Program Penyuapan.

Ironis memang, ternyata akar permasalahan kelaparan di Afrika adalah keserakahan negara-negara Barat yang selama ini dikenal pro zionisme. Sebuah ideologi dajjalist dankabbalist yang dipuja pula oleh si haktiva1 itu.  Yang dengan mudah menuding orang lain sebagai perompak sementara dia sendiri pro pada negara zalim yang tangannya berlumuran darah orang-orang tak berdosa.  

Setelah mengetahui akar permasalahan kelaparan di Somalia, tidakkah hati kita bergetar untuk membantu mereka.  Ingatlah, mungkin diantara kita ada yang setiap hari mengkonsumsi hasil dari "cash crop" yang ditanam oleh orang-orang Afrika termasuk Somalia.  Maka, sudah sewajarnya, sebagai sesama muslim dan sesama manusia, kita mengeluarkan sebagian harta kita untuk membantu mereka di sana.  Sudah ada lembaga-lembaga terpercaya yang bisa mengantarkan amanah donasi kita kepada yang membutuhkan di sana.  

Food for Somalia:

BCA 6760302021

BSM 1010001114

Mandiri 1280004593338

BRI 092401000018304


gambar pinjam dari group FB MP 4 Palestine

oleh Muhammad Pedang Kayu Nahar pada 25 Agustus 2011 jam 15:54

Jumat, 26 Agustus 2011

Berbagi


Betapapun tidak enaknya hidup yang kita rasakan saat ini, sebenarnya sangat jauh dari kata "tidak bahagia". Berarti, paradigma berpikir terbalik harus kita gunakan saat ini. Kenapa harus seperti itu? Sebab ternyata betapapun buruknya hidup yang kita rasakan saat ini, masih saja ada yang lebih buruk dari kita.

Saat ini kita hanya bisa makan apa adanya dalam 3 kali sehari, yakinlah sahabat bahwa ada yang sama sekali dalam sehari bingung mau makan apa bukan karena banyaknya pilihan yang membingungkan, namun karena tak ada pilihan sama sekali. 
Bila saat ini kita terbaring lemah karena penyakit yang kita rasakan ditambah lagi sakit tak terperih yang seakana bertubi-tubi menyerang badan ini, yakinlah sahabat bahwa masih ada ternyata yang untuk mendapatkan haknya untuk diobati pun tidak dapat merasakannya, bahkan orang di sekelilingnya hanya bisa berpasrah menunggu ajal kematiannya. 
Jika hari ini kita terjatuh karena tersandung batu, tersambar kendaraan ketika saat menyebrang, yakinlah sahabat bahwa masih ada yang sengaja mengakhiri hidupnya karena berfikir bahwa itu akan mengakhiri pula penderitaan yang dia rasakan saat itu. 
Bila saat ini kita masih saja mengeluhkan begitu buruknya manajemen waktu kita hingga tidak bisa menikmati waktu santai bersama keluarga atau hanya sekedar merasakan teduhnya tidur siang di depan dipan rumah, yakinlah sahabat masih ada yang bingung mau tidur di mana hari ini
Jika saat ini kita masih terus berpikir keras untuk menyelesaikan masalah-masalah kecil di hidup kita, padahal hal tersebut adalah hal yang remeh-temeh. Yakinlah sahabat, bahwa kemerdekaan bangsa ini masih sangat jauh. Mengapa???
Karena para pemudanya masih sibuk memikirkan diri sendiri, di kesibukannya itu ternyata tidak pula ditemukannya jalan untuk segera sadar akan kelalaiannya, ternyata setelah dia sadar dia sudah tidak muda lagi bahkan ada pula yang hingga akhir hayatnya masih saja disibukkan untuk dirinya sendiri.

Tentu secara teori, sahabat sejak TK telah diajarkan budi pekerti & juga diperkenalkan bahwa kita ini adalah makhluk sosial, makhluk yang tidak dapat hidup sendiri. Yakinlah sahabat, sehebat apapun kita saat ini tentu tidak 100% dari usaha kita. Memang keinginan tiap orang untuk sukses berbeda dan dalam mengartikannya juga berbeda, namun tiada chef hebat jika tiada penjual sayur. Tiada hidup bersih di tengah perkotaan jika tiada tukang sapu dan tukang sampah, tiada seorang dokter jika tiada seorang guru bersahaja. Sungguh, semua apa yang kita dapatkan hingga saat ini yang kita klaim sebagai hak penuh milik kita tidak jauh dari tangan-tangan yang kita anggap remeh.

Bayangkan saja bibi yang setiap hari di rumah membantu pekerjaan rumah sehingga semua hal terlihat rapi dan bersih sekejap berantakan karena mereka tak ada. Bayangkan saja guru/dosen yang kita anggap killer sakit dalam waktu yang lama dan tak ada yang bisa menggantikannya segera, membuat kita kehilangan banyak kesempatan untuk dapat mengetahui hal-hal baru dari pelajaran yang seharusnya diajarkan, bukan tentang materi pelajaran tetapi tentang berapa banyak pengalaman yang bisa di share yang tidak semua orang memilikinya. Bayangkan saja oksigen yang tiada terasa kita hirup serta merta dikenakan pajak, saya yakin hampir semua orang tidak dapat bertahan hidup.

"Dan nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?" (Ar-rahman: 

Berbagi bukan hanya sekedar diberikan setahun sekali, bukan sekedar materi yang diperlukan orang lain terhadap kita, namun kasih sayang utuh yang bisa kita berikan kepada siapapun sesuai kadarnya itu jauh lebih baik dibanding materi yang akan segera habis dan diolah menjadi kotoran. Walaupun tidak menafikkan bahwa masih banyak kebutuhan materi yang memang diperlukan orang di sekitar kita, namun tidak pantang tersurut langkah kita untuk berbagi dengan alasan kita pun tidak memiliki apapun untuk dibagi.

Kadang kita tidak menyangka bahwa ibu/ayah kita sangat menrindukan anak kecilnya yang dulu semuanya dimintai tolong untuk melakukannya, namun kemandirian kita yang melampaui batas membuat mereka sendiri pun tidak mereka pahami hingga menyangka kita menjadi anak yang sombong.

So,,, siapkah sahabat berbagi saat ini, mulai dari orang yang paling dekat posisinya baik fisik maupun mental saat ini????

Selasa, 23 Agustus 2011

Sahabatku, sepeka apakah kita saat ini?

Apakah yang sahabat pikir ketika melihat gambar ini???

Mereka sedang antre, itu benar. Namun, mengapa mereka antre? Apa yang ingin mereka dapatkan dari antrean panjang ini? "Makanan"

Di 10 terakhir bulan suci Ramadhan ini, tentunya sahabat sudah banyak mencoba jenis makanan di saat berbuka dan sahur. Hatta, makanan yang jarang dicicipi waktu di luar bulan Ramadhan pun sepertinya menjadi menu pilihan. Namun sahabat, ternyata dalam 6 menit tercatat 1 orang meninggal, tepatnya bayi, di Somalia.

Kalau mendengar kata Somalia, entah apa yang terbersit di benak sahabat. Perompak, Perang Saudara, Afrika, Al-Shabaab, Negara gagal, atau apalah itu....
Banyak hal memang yang dipautkan buruk untuk negara yang ada di benua Afrika ini sejak tidak bisanya pemerintahan mengatur negaranya sendiri sejak sekitar 1991. Apapun sejarahnya, kelaparan besar yang sedang terjadi di sana saat ini kabarnya dipicu dengan kemarau panjang dan terburuk pada 60 tahun terakhir ini ditambah lagi gagal panen dan matinya hewan ternak serta meningkatnya harga bahan pokok membuat keadaan semakin parah.

Seorang nenek bahkan harus mengikat perutnya untuk menahan rasa sakit akibat lapar yang dideritanya.
Surat kabar “The Independent” mengutip dari seorang nenek bernama Zipora Mabounjua (86 tahun), yang ada dalam gambar itu, yang mengatakan: “Saya mengikatkan tali ini di sekitar perut saya, agar saya tidak merasakan perihnya kelaparan. Bahkan saya memberikan cucu dan anak-anak saya sedikit makanan yang masih tersedia.” Ia menambahkan: “Ini merupakan bencana kekeringan terburuk yang saya ketahui sepanjang hidup saya.”


Tanpa mengenyampingkan kasus gizi buruk yang membuat bati menderita di beberapa di negara tercinta kita ini, saya ingin berbagi info kepada sahabat untuk membuka mata. Dunia ini tidak akan menjadi damai tanpa kita sendiri yang berusaha menciptakan kedamaian itu. Mulai dari hal yang kecil dan saat ini juga adalah waktu yang tepat untuk memulainya.

Sahabat tentu tidak perlu bingung untuk melakukan apa sebagai bagian kecil perubahan global ke arah yang yang lebih baik. Banyak lembaga yang bersedia dan memproklamirkan untuk menjadi tempat penyalur bantuan (mis: ACT, dompet dhuafa, RZI, pkpu, dsb), tinggal pilih saja yang dirasa pas.

Di bulan yang mulia ini mari sahabat, buka mata untuk melihat, buka hati untuk merasakan, dan buka tangan untuk membantu...



 

Jumat, 15 April 2011

Sejarah Islam di Kabupaten Jayawijaya

A.Sejarah Islam Suku Dani Balim Wamena

1. Muslim Balim Wamena

Dalam berbagai laporan para ahli dan seminar-seminar menunjukkan bahwa sebelum agama-agama besar lainnya datang ke Papua Islam sudah lebih awal masuk ke Papua. Sebagaimana hal ini di laporkan seorang antropolog Papua Dr. J. R. Mansoben (1997) : ‘Agama besar pertama yang masuk ke Irian Jaya (Papua) adalah Islam. Agama Islam masuk di Irian Jaya yaitu di daerah Kepulauan Raja Ampat dan daerah Fak-Fak berasal dari Kepulauan Maluku dan disebarkan melalui hubungan perdagangan yang terjadi diantara kedua daerah tersebut’. Menurut Van der Leeder (1980, 22), agama Islam masuk di kepulauan Raja Ampat pengaruh dari kesultanan Tidore tidak lama sesudah agama tersebut masuk di Maluku pada abad ke 13.[1]

Maka tidaklah mengherankan bila, ‘kedatangan Missionaris Kristen pertama justru diantar oleh Muballiqh Islam dari Kerajaan Tidore pada tanggal 5 Februari 1855 di sebuah Pulau Kecil Mansinam diperaiaran Manokwari. Dua Missionaris dari Jerman itu adalah C. W. Ottow dan G. J. Geissler’.[2]

Pengaruh Islam secara luas diseluruh pelosok daerah Propinsi Irian Jaya dan dengan semua kelompok suku di daerah ini dalam hidup sehari-hari dalam semua bidang kehidupan, baru mulai dirasakan setelah Irian Jaya berintegrasi menjadi bagian dari Republik Indonesia awal tahun 1060-an.[3]

Dalam akhir tahun 1960-an akhir di kota Wamena datang penduduk transmigrasi dari Jawa dan para perantau (urban asal Indonesia Timur, terutama orang Bugis, Buton, Makassar dan Madura atau Jawa Timur. Perkenalan agama Islam Suku Dani di Wamena dalam masa ini melalui interaksi sosial dan perdagangan antara para pendatang dan penduduk asli. Dengan demikian, maka interaksi Agama Islam dikalangan Suku Dani Jayawi Jaya, terjadi pasca integrasi dengan Indonesia pada dekade 1960-an, melalui guru-guru dan transmigran dari Pulau Jawa di daerah Megapura (Sinata).

Kemudian secara lebih intensif melalui para urban dari Indonesia Timur, Suku Dani Palim Tengah dan Palim Selatan dari Moiety : Asso-Lokowal Asso-Wetipo, Lani-Wetapo, Wuka-wetapo, Wuka-Hubi, Lagowan-Matuan dan Walesi, memeluk agama Islam. Dari sejumlah saksi mengatakan bahwa Esogalib Lokowal adalah orang paling pertama dari Palim Selatan yang masuk agama Islam. Kemudian Harun Asso (dari Hitigima/Wesapot), Yasa Asso (dari Hepuba/Wiaima), Horopalek Lokowal, Musa Asso (dari Megapura/Sinata), Donatus Lani (dari Lanitapo).[4]

Dalam tahun 1960-an akhir didaerah Megapura, Hitigima/Wesapot, Hepuba, Woma, Pugima dan Walesi (kini di Walesi clan Asso-Yelipele seluruh warganya 100% beragama Islam) adalah daerah pertama yang berinteraksi dengan Orang Muslim dari berbagai daerah Nusantara. Muhammad Ali Wetipo, misalnya; dari konfederasi Asso-Lokowal dari daerah Hepuba masuk Agama Islam melalui orang Pendatang di Kota Wamena dalam tahun 1967 dan datang sekolah di Panti Asuhan Muhammadiyyah AB-Pura Jayapura.[5]

Demikian sama halnya dengan Ilham Walelo dan Abdul Mu’in Itlay dari Pugima, dalam tahun 1969 mereka sekolah di Panti Asuhan Muhammadiyah, AB-pura Jayapura sampai tamat dari sekolah ini dalam tahun 1979, kemudian melanjutkan studynya di IAIN Jakarta (kini UIN).[6]

2. Muslim Walesi

Berbeda dengan daerah lain di Lembah Balim, di Walesi Pada tahun 1975 Merasugun Asso, Firdaus Asso dan Muhammad Ali Asso, adalah generasi pertama yang paling awal masuk islam dan mengembangkannya menjadi besar sampai dewasa ini. Karena diikuti oleh semua kalangan pemuda dari Konfederasi Asso-Yelipele Walesi misalnya; Nyasuok Asso, Walekmeke Asso, Nyapalogo Kuan, Wurusugi Lani, Heletok Yelipele, Aropeimake Yaleget, dan Udin Asso, sehingga memiliki pengaruh sangat besar eksistensi Islam dan Muslim Jayawijaya hingga kini.

Namun ada juga yang masuk Islam melalui perkenalan dengan kalangan militer Indonesia yang datang bertugas di Kodim Jayawi Jaya, Misalnya Aipon Asso, (Kepala Suku Besar). Keislaman Aipon Asso dalam tahun 1976 dan mendapat dukungan dari seorang militer berpangkat Kolonel bernama Muhammad Thohir.[7]

Kegiatan organisasi khusus yang melakukan da’wah islamiyyah kala itu belum ada di Lembah Balim Jayawijaya. Setelah orang-orang dari Walesi masuk Islam tahun 1975 secara serentak dalam jumlah besar mulai diorganisir oleh Islamic Centre.[86]

3. Kisah Islam Merasugun dari Walesi

Yang paling awal memeluk agama Islam dan memperjuangkankannya menjadi besar adalah Merasun Asso (berikutnya hanya ditulis Merasugun). Konon kisahnya; melalui hubungan perdagangan. Merasugun yang kala itu ingin mencari kayu bakar di hutan untuk ditukarkan dengan nasi. Merasugun kemudian mengajak dua anak muda yaitu Firdaus Asso dan Ali Asso dari kampung Walesi, 6 km arah selatan dari Kota Wamena dalam tahun 1975.[9]

Merasugun kira-kira berusia 45 tahun dan dua anak muda yakni Firdaus Asso,dan Muhammad Ali Asso, keduanya kira-kira berusia 15 tahun kala itu, adalah generasi pertama yang mula-mula masuk Islam serta mengembangkan Islam di Walesi.

Selanjutnya Merasugun, Firdaus Asso dan Ali Asso, membawa kayu bakar untuk barter dengan nasi kepada seorang pendatang asal Madura (konon saat itu anggota Dewan Tk. II Jayawijaya), yang sebelumnya sudah berkenalan dengan Merasugun..
Dari pertama pertemuan hingga pertemuan ketiga mereka sudah saling akrab. Kedatangan Merasugun dan dua anak muda kali ketiga, persis waktu shalat dhuhur tiba. Maka mereka disuruh tunggu sebentar karena pembeli kayu yang beragama Islam itu ingin shalat dahulu.

Merasugun memperhatikan apa yang dilakukan kenalannya. Pembeli kayu itu melakukan gerakan yang sebelumnya asing bagi Merasugun yaitu sholat dan berdo’a dengan gerakan khusyu’. Merasugun bergumam dengan perasaan agak keheranan, kepada dua anak muda yang mendapinginya dalam bahasa Balim berkomentar demikian : “O..oh.yire esilam meke”!, artinya “Oh, ini orang Islam"!

Di kampungnya Merasugun sebelumnya pernah mendengar kabar bahwa Agama Islam adalah agama yang tidak boleh makan daging babi, (satu-satunya hewan ternak paling utama di Lembah Baliem). Bahkan Merasugun sering mendengar issu bahwa kehadiran orang-orang pendatang Muslim yang tidak makan daging babi, akan memusnahkan semua babi di Lembah Baliem, (dalam agama Islam, memakan daging Babi hukumnya diharamkan/tidak boleh).[10]

Walaupun sebelumnnya isu bahaya agama Islam sering didengar, Merasugun menyuruh Firdaus Asso dan Ali Asso masuk agama Islam, dan belajar melakukan "misa Islam”[11], (maksudnya sholat). Karena menurutnya orang Muslim Madura itu baik, tidak seperti diisukan orang-orang dikampungnya .

Karena itu Merasugun menyuruh dua anak muda itu masuk Islam dan belajar “misa Islam". Lalu katanya; “Kalian boleh masuk Agama Islam karena orang ini baik”! Keinginan dan usulan Merasugun disetujui dua anak yang masih keponakannya itu.[12]

Keinginan dan usul Merasugun diterjemahkan dan disampaikan oleh Firdaus Asso dan mereka bertiga bertekad mau masuk Agama Islam, tapi orang Madura itu keberatan karena alasannya takut ada tuduhan islamisasi. Tapi kekhawatiran itu disanggah oleh Merasugun dengan mengatakan bahwa sebelumnya dirinya tidak menganut agama apapun dan itu adalah keinginan hatinya dan dua anak keponakannya. Dialog tersebut diterjemahkan oleh Firdaus Asso, yang sudah lancar berbahasa Indonesia .

Sejenak Orang Madura yang belum dikenal namanya hingga kini itu berfikir, lalu menatap wajah ketiga orang yang masih lugu dan masih mengenakan koteka itu. Dan katanya; “Boleh, tapi kamu harus menutup Aurat!”, Segera ia ke kamar dan memberikan serta memakaikan Merasugun celana tanpa menanggalkan koteka yang sedang dikenakan. Selanjutnya Muslim Madura itu sampaikan niat tiga orang Suku Dani dari Walesi ini kepada tokoh muslim lain yang ada di sekitar kota Wamena.

Pada Minggu berikutnya Merasugun, Ali Asso, dan Firdaus Asso disuruh datang pada hari Jum'at. Dan secara resmi disyahadatkan ba'dah jum'at di masjid Baiturrahman Wamena yang disaksikan oleh jama'ah sholat jum’at. Minggu-minggu selanjutnya Merasugun, Firdaus Asso dan Ali Asso (dua pemuda ini kelak pejuang Islam setelah sepeninggal Merasugun tahun yang wafat tahun 1978), selalu datang ikut sholat Jum’at, dengan tiap pagi jalan kaki turun-naik gunung sekitar 6 km dari Walesi ke Wamena Kota.

a). Perjuangan Merasugun Asso

Merasugun tidak lama sesudah masuk Agama Islam meminta agar dibangunkan "Gereja Islam", (maksudnya Masjid), di kampungnya di Walesi sekaligus Sekolah Islam agar anak-anaknya dari clan Assolipele Walesi bisa sekolah. Untuk maksud ini Merasugun menyediakan tanah wakaf serta menyiapkan batu, kayu, pasir di kampungnya.

Usulan ini segera disetujui oleh beberapa orang muslim yang datang di Wamena sebagai Petugas pemerintah sipil maupun militer seperti Pak Paijen dari Dinas Agama, Pak Thohir dari Kodim, dan Abu Yamin dari Polres Jayawijaya. Karena itu, sebelum kalau ingin dibangunkan Masjid dan Madrasah di Walesi, Merasugun harus datang membantu bekerja mengangkat batu dan mengumpulkan pasir dari Kali Uwe karena Masjid Raya Baiturahman Kota Wamena saat itu sedang dibangun.

Syarat ini disetujui oleh Merasugun, berikutnya Merasugun, Ali dan Firdaus Asso pulang ke Walesi dan mengundang segera tenaga kerja kepada Nyasuok Asso, Nyapalogo Kuan, Aropemake Yaleget, Wurusugi Lani, Udin Asso dan Walekmeke Asso, untuk mengeruk galian batu dan pasir di sekitar Kota Wamena, dari Kali Uwe. Keenam orang nama tersebut kelak menjadi pemeluk Agama Islam dari Walesi gelombang kedua.[13]

b). Dokter Mulya Tarmidzi Mengkhitan

Suatu ketika dalam tahun 1978 seorang dokter Kolonel Angkatan Laut X dari Hamadi, Jayapura Propinsi Papua, diundang ceramah datang ke Kabupaten Jayawijaya, untuk memberikan ceramah, yang tempatnya di gedung bioskop kota Wamena. Oleh sebab itu Merasugun dan warga lainnya dari Walesi yang muallaf diundang datang mendengarkan ceramah.

Penceramah yang tidak lain adalah Dokter Kolonel H. Muhammad Mulya Tarmidzi itu selesai ceramah sampai sekitar jam sebelas malam. Selanjutnya ia menginap di Hotel Baliem. Kira-kira pada jam 12 tengah malam Merasugun, Firdaus Asso, Nyapalogo Kuan, Nyasuok Asso dan Ali Asso, Aropemake Yaleget, Udin Asso dan Wurusugi Lani datang mengetuk pintu kamar Dokter Mulya menginap dengan mengucap salam khas muslim yakni; : “Assalamu'alaikum”! Walaupun sudah tengah malam karena mendengar ucapan salam khas Muslim, Dokter Mulya Tarmidzi, berani membukakan pintu.

Dan ternyata salam itu berasal dari orang-orang yang masih mengenakan koteka ini adalah orang yang tadi dilihatnya di gedung Bioskop. Dia sebelumnya menduga mereka bukan muslim, karena Merasugun dan rombangan lainnya masih mengenakan Holim/Koteka, (kecuali Firdaus Asso sudah mengenakan celana pendek). Dan dia menganggap bahwa mereka mungkin pas lagi lewat atau memang sekedar mencari makanan dalam acara ceramah itu.

Tatkala dipersilahkan duduk diruang tamu di hotel oleh Dokter Mulya Tarmidzi, Merasugun menyampaikan maksud dan tujuan kedatangannya dengan beberapa pemuda dari Walesi. Setelah minta maaf karena datang ditengah malam. Lalu Merasugun menyampaikan beberapa usulan yaitu :
  1. Permohonan dukungan agar di kampungnya segera dibangunkan "Gereja Islam”.
  2. Anak-anak dari Walesi kelak menjadi pintar seperti dokter Mulya untuk itu perlu disekolahkan di Jayapura
  3. Agar di Walesi di bangunkan Madrasah

Semua usulan diterima dan disetujui secara baik dan kepada Merasugun dijanjikan oleh dokter Mulia Tarmidzi, bahwa nanti akan diusahakan secara bertahap dengan mengkoordinasikan usulan Merasugun, kepada orang-orang Muslim lain terlebih dahulu.

Dalam kesempatan itu sejumlah usul dan keinginan Merasugun semua disampaikan dalam bahasa Wamena kepada Dokter Muhammad Mulya Tarmidzi, yang kemudian diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia oleh Firdaus Asso yang sudah sekolah di SD Inpres, Megapura sehingga sudah lancar berbahasa Indonesia.

Selanjuntnya semua usul secara baik disetujui oleh Dokter Kolonel Haji Muhammad Mulya Tarmidzi dan untuk mendukung keinginan Merasugun ini segera dibentuk Islamic Centre yang pengurusnya dari pejabat pemda. Esok harinya dibantu oleh tenaga kesehatan dari Rumah Sakit Kota Wamena; Letnan Kolonel Muhammad Mulya Tarmidzi, segera menyunat (khitan) 8 orang pertama yang masuk Agama Islam itu untuk menyempurakan syahdatnya; kira-kira demikian hemat Kolonel yang juga Dokter dan Ahli Agama Islam itu.

Pada bulan berikutanya dalam tahun 1978, anak-anak dari Walesi sebanyak 5 orang (termasuk Firdaus Asso dan Muhammad Ali Asso) di kirim ke Jayapura dan dititipkan kepada beberapa orang pejabat muslim sebagai orang tua asuhnya. Demikian sudah harapan dan cita-cita Merasugun terkabul agar anak-anak dari Walesi untuk disekolahkan diluar Wamena. “Agar kelak ada yang menjadi seperti Dokter Mulya Tarmidzi,” demikian usul Merasugun yang diterjemahkan oleh Firdaus Asso.

Usulan paling penting di antaranya yang diusulkan oleh Merasugun adalah kontruksi bangunan model Pondok Pesantren Model di Jawa yang membuat decak kagum. Dokter Kolonel Muhammad Mulya Tarmidzi, mengingat Merasugun belum penah tahu kalau yang diusulkannya itu adalah persis sama model kontruksi dan sistem bangunan lingkungan Pondok Pesantren yang biasa ada di Pulau Jawa. [14]

Kemudian 20 orang dalam bulan berikutnya dikirim dan diasuh oleh beberapa Orang Tua Asuh di kota Jayapura. Ongkos pengiriman semua ditanggung oleh Haji Saddiq Ismail, (kala itu Sadiq Ismail menjabat Kabulog Propinsi Irian Jaya) yang selanjutnya membentuk Kasub Dolog Jayawijaya guna mempermudah menyampaikan bantauan logistik dan bantuan material lainnya karena di Walesi segera akan dibangun Masjid dan Madrasah sesuai keinginan dan usulan Merasugun dulu.

Guna memperlancar transportasi dan memudahkan pengangkutan material bangunan Masjid dan Madrasah Walesi, Ir. Haji Azhari Romuson, Kepala PU Propinsi Papua segera membangun jalan Walesi-Wamena sekitar 6 Km. Bisa dibayangkan semua usulan Merasugun dulu sejak Dokter Kolonel Angkatan Laut Muhammad Mulya Tarmidzi, Haji Saddiq Ismail SH Kadolog Propinsi, dan Ir. Haji Azhari Romusan dari PU Propinsi adalah cukup besar perannya perkembangan Islam lebih lanjut di Walesi.

Bertepatan dengan 20 anak Walesi yang dipimpin Firdaus Asso datang sekolah di Jayapura untuk melanjutkan pendidikannya disekolah Muhammadiyah dan Madrasah Ibtidaiyyah di Ibukota Propinsi Papua. Dua Kepala Suku Perang yang Berani dari Clan Assolipele secara resmi disyahadatkan oleh Kolonel Thahir, di Wamena. Kolonel Thahir adalah Pendatang dari Bugis dan Tentara yang saat itu bertugas di Kodim Jayawijaya.[15]

“Sesungguhnya kita adalah milik Allah SWT, dan akan dikembalikan kehadirat-Nya kapan saja dikehendaki-Nya”, “sebagaimana juga Dia memberikan hidayah kepada siapa yang di kehendaki-Nya”, dan akhimya pada tahun 1980 Merasugun telah dipanggil kehadirat Allah SWT, dengan meninggalkan semua usulan dakwahnya yang belum tuntas, yakni obsesinya mewujudkan kompleks Islamic Centre terutama Masjid dan Madrasah.

Dua tahun sepeninggal Merasugun pada tahun 1982 bangunan sekolah (Madrasah Ibtidaiyah) dan masjid selesai. Untuk menghormati atas jasa-jasa semangat perjuangan Merasugun, maka nama Madrasahnya diabadikan menjadi Madrasah Ibtidaiyyah Merasugun Asso Walesi.

Demikian juga dengan Pemuda Firdaus Asso menyusul dipanggil Allah SWT untuk selamanya pada tahun 1984 di Jayapura. Firdaus Asso yang sangat berjasa dan berperan besar mengembangkan Islam di kalangan suku pribumi di Walesi, sesudah Merasugun. Dia menyusul kepergian Merasugun setelah dua tahun dalam usia yang sangat muda dan produktif yakni 25 tahun.[16]

4. Perkembangan Islam Masa Kini

a). Muslim Wamena

Dari sejak tahun 1960-an akhir sampai tahun 1970-an awal, di kota Wamena Kabupaten Jayawijaya banyak datang penduduk pindahan dari Jawa (Transmigrasi), dan para perantau asal Indonesia Timur, terutama orang Madura, Bugis, Buton dan Makasar. Pengenalan Agama Islam lebih intensif dengan Suku Dani di Wamena Kabupaten Jayawijaya melalui interaksi dalam masa ini, terutama perdagangan sistem barter antara para muhajirin pendatang dan penduduk lokal yang berbusana koteka.

Proses percepatan dakwah di Jayawijaya juga sangat didukung oleh kehadiran militer yang beragama Islam yang bertugas dalam tahun 1960-an akhir di Kota Wamena. Penduduk yang lebih awal masuk Islam menuturkan bahwa Islamisasi sepenuhnya didukung secara individu dari Muslim yang kebetulan anggota Militer yang bertugas di Sinata (kini Megapura, 4 km selatan dari Kota Wamena).

Organisasi dakwah baru didirikan guna lebih menunjang proses dakwah, seperti Islamic center, YAPIS, Panti Asuhan Muhammadiyah dan akhir-akhir ini juga Hidayatullah dan NU di Wamena giat melakukan dakwah dikalangan pribumi Muslim Suku Dani di Wamena.

b). Muallaf di Walesi

Di kota Wamena arah selatan 6 km kini terdapat penduduk pribumi yang penduduknya beragama Islam sejak lama. Walesi adalah pusat Islam (Islamic Centre), bagi pengembangan Islam dari kalangan penduduk asli. Guru-guru (ustadz), sejak awal didatangkan dari Fak-Fak yang sejak dulu muslim dari abad ke 16 di selatan kepala Burung Papua. Kini di walesi terdapat sebuah Pondok-Pesantren Al-Istiqomah Merasugun Asso, Madrasah Ibtidaiyah, rumah guru 4 buah, masjid 12x12 (masji ini dibangun dan selesai pada tahun 1980, atas bantuan dana dari pemerintah Malaysia) dan sebuah puskesmas. Walesi sebagai Islamic Centre telah menampung anak-anak Suku Dani dari 12 kampung yang masyarakatnya baragama Islam.

Masyarakat Muslim Jayawijaya terdiri dari 12 kampung yang penduduknya telah lama menganut Agama Islam pada tahun 1960-an akhir pasca integrasi. Kampung-kampung itu adalah Hitigima, Air garam, Okilik, Apenas, Ibele, Araboda, Jagara, Megapura, Pasema, Mapenduma, Kurulu dan Pugima. Jumlah penganut Islam di Wamena kabupaten Jayawijaya kira-kira 12 ribu jiwa, dari 400 ribu jiwa seluruh penduduk Jayawijaya, namun angka yang lebih tepat jumlah pemeluk Islam belum diperoleh secara pasti.

c). Anak-Anak Muallaf

Anak-anak Muallaf adalah kelompak potensial proses Islamisasi di Kabupaten Jayawijaya, mengingat semua agama besar yang kini hadir di Papua khususnya di Pegunungan Tengah, umumnya tidak mampu merubah pola kehidupan lama masyarakat tradisional Papua yang memiliki religi lama yang berorientasi masa lampau.

Kalangan Birokrat Muslim yang menjabat sebagai Ketua Islamic Centre menyadari ini, maka secara periode mengirim anak-anak muallaf dari Suku Dani, dikirim belajar pertama di Panti Asuhan Muhammadiyah AB Jayapura dan Madarasah Ibtidaiyyah YAPIS di Ibu kota Jayapura dalam tahun 1972 sebanyak 20 orang anak.

Dalam tahun 1980 ada 2 orang anak Suku Dani datang belajar di Universitas Muhammadiyah Jogjakarta. Sedang lulusan Madrasah Ibtidaiyyah Merasugun Asso Walesi sebanyak 4 orang pertama didatangkan ke pondok pesantren Al-Mukhlisin, dan Darul Falah, Bogor. Kini dari anak-anak ini ada yang menempuh pendidikan di berbagai universitas Islam Bogor (Ibnu Kholdun), UMJ dan UIN Ciputat

Saat ini tiga orang dari Walesi menempuh S2 konsentrasi di studi Islam dan Otonomi Khusus UMJ Ciputat Jakarta. Dua orang lain lagi di UM Jogjakarta dan UIN di kota yang sama.

Jumlah seluruhnya anak-anak Muallaf asal Suku Dani dari Papua kini tersebar di berbagai kota studi di Pulau Jawa dan mayoritas di Ciputat berjumlah 21 orang. Sedang anak-anak Muallaf yang belajar di pondok pesantren sebanyak 45 orang yang sudah terdata. Jumlah ini tidak termasuk anak-anak yang dibawa koordinasi Ustadz Aliyuddin sejak tahun 1990-an awal berkisar 700 orang dari seluruh Papua.

d). Pengiriman anak-anak Suku Dani ke Pondok Pesantren

Sejak tahun 1980 anak-anak muslimah dari kalangan Muallaf Dari Kabupaten Jayawijaya, sudah dikirim sebagai peserta MTQ (Musabaqoh Tilawatil Qur'an dan lomba Qosidah tingkat Nasional mewakili Propinsi Irian Jaya (kini Papua). Mereka mempunyai bakat dan potensi yang sama dengan anak-anak prianya. Namun yang menjadi masalah adalah tradisi yang bahwa: Orang Tua Suku Dani tidak dapat membiarkan anak- anak perempuan mereka pergi jauh. Dampak dari kurangnya kesadaran Orang Tua Suku Dani di Wamena saat ini adalah denagn mengawinkan anak-anak usia sekolah yang masih belasan tahun.

Sampai dewasa ini dari 20 anak perempuan muslimah Suku Dani belajar di SMU Yapis Wamena. Dari Wamena Muslim, kaum perempuannya belum ada yang belajar keluar sebagaimana umumnya anak laki-laki. Mereka kini banyak belajar agama di Pesantren Al-Istiqomah Walesi dan beberapa orang melanjutkan tingakat lanjutan (SMP/SMU) di YAPIS Wamena.
  
************
  
  
  REFRENSI DAN CATATAN KAKI :

[1]. J.R. Mansoben, Dr, “Membangun Manusia Irian Jaya yang Majemuk” : Suatu Tinjauan Antropologi Budaya, (Jayapura, Universitas Cenderawasih, September 1997), h. 8, (td).

[2] . Suara Hidayatullah, Ihwal, (Irian Tapi Islam), ( Jakarta ), 09/X/Pebruari 1998, h. 8

[3] . Benny Giay, Gembalakanlah Umatku, (Jayapura, Deiyai : 1998), Cet-1, h. 78

[4] . Muslimin Yelipele, Tokoh Agama Islam Wamena (Pegawai Depag RI Kabupaten Jayawi Jaya), Wawancara Pribadi, Wamena Mei 2007

[5]. Muhammad Ali Wetipo, (Tokoh Muslim Balim), (Muhammad Ali Wetipo agaknya generasi Suku Balim yang paling awal masuk Islam). Wawancara Pribadi, Jakarta , 15 Juni 2007.

[6] . Muhammad Ilham Walelo, (Tokoh Muslim Balim), Wawancara Pribadi, Jakarta , 11 Juni 2007

[7] . Muhammad Aipon Asso, (Kepala Suku Besar), Wawancara Pribadi, Walesi 20 Agustus 2004

[8] . Organisasi ini para pengurusnya dari kalangan Pejabat yang beragama Islam, dan yang pertama mensponsori pendirian organisasi adalah dr. Letkol (Purnawirawan, AL . H. M. Mulya Tarmidzi

[9] . Muhammad Ali Asso, (Tokoh Pemuda Islam dan Pemeluk Islam Generasi pertama dari Walesi), Wawancara Pribadi, Walesi, 7 Mei 2007

[10]. Lihat Al-Qur’an Surat Al-Maidah Ayat

2. “Missa Islam”, yang dimaksudkan oleh Merasugu Asso adalah sholat. Tapi istilah “Missa Islam”, adalah istilah dalam ibadah agama Kristen Katolik. Hal ini menunjukkan bahwa di kampungnya (Walesi), dia sering dengar dengan istilah ini dari kebiasaan orang Katolik, sehingga gerakan beribadah orang islam dia mempersamakannya dengan istilah Missa.

3. Dalam kebiasaan Adat kekerarabatan Balim bahwa pemakaian nama clan dari sebenarnya disebabkan oleh dua sebab; Pertama, jika dalam perang suku antar Konfederasi satu clan sudah mulai punah karena itu digabungkan dalam clan lain;Kedua, karena diterima dengan proses inisiasi kedalam clan lain misalnya Merasugun yang clan sebenarnya Yelipele tetapi diterima dan diinisiasi dalam clan ibunya menjadi Asso.

[13] Muhammad Ali Asso; (Generasi Pemeluk Islam Pertama), Wawancara Pribadi, 9 Mei 2007

[14]. Agaknya, usulan dan model kontruksi bangunan pendidikan yang di inginkan Merasugun, yang membuat kekaguman Dokter Mulya Tarmidzi, adalah pola pendidikan asrama yang dikembangkan oleh oleh Belanda. Tapi yang diusulkan oleh Merasugun adalah model kontruksi bangunan Missi Katolik yang sebelunmya sudah ada dan telah dibangun oleh Missionaris Belanda disekitar kota Wamena.

[15] . Aipon Asso, (Kepala Suku Besar Muslim), Wawancara Pribadi, 20 Agustus 2004

[16] Dr. H. M. Mulya Tarmidzi, (Tokoh Ulama), wawancara pribadi, Jakarta , dalam tahun 2004

 
Sumber: Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Amal Ilmiah Yapis Wamena


Masjid di Air Garam, Wamena, Papua

Wajah Muslim di Air Garam, Wamena, Papua

Generasi muda muslim Jayawijaya

Rabu, 13 April 2011

SEBUAH HIMBAUAN KEPADA BANGSA ISRAEL

Selama situs ini dibuat, Timur Tengah sekali lagi menjadi daerah pertentangan antara Israel dan Palestina. Tentara Israel dengan kejam mengebom pemukiman sipil, menembaki anak-anak, dan mencoba membuat Daerah Pendudukan yang memang telah menderita menjadi semakin tak layak didiami. Beberapa orang radikal Palestina, di pihak lain, menyerang sasaran-sasaran sipil Israel dan memperluas tindakan bengis dengan aksi bom bunuh mereka yang ditujukan kepada wanita-wanita dan anak-anak yang tak berdosa. 

Sebagai Muslim, hati nurani kita berkehendak agar amarah dan kebencian di kedua pihak padam, pertumpahan darah dihentikan, dan perdamaian tercipta di kedua negeri itu. Kita sama-sama menentang pembunuhan yang dilakukan Israel atas orang-orang Palestina tak berdosa maupun pengeboman kaum radikal Palestina atas orang Israel yang tak bersalah. 

Dalam pandangan kita, syarat yang paling penting agar pertentangan berkepanjangan ini berakhir dan perdamaian sejati tercipta adalah kedua pihak menerima dan melaksanakan pemahaman yang murni dan tulus dari keyakinan masing-masing. Pertentangan antara kedua bangsa ini cenderung seolah-olah menjadi "perang agama" antara Yahudi dan Muslim, meskipun kenyataannya sungguh-sungguh tidak ada alasan bagi pecahnya perang seperti itu. Baik orang Yahudi maupun Muslimin percaya kepada Tuhan, mencintai dan menghormati kebanyakan nabi-nabi yang sama, dan memiliki dasar-dasar akhlak yang sama. Mereka bukanlah musuh, dan justru mereka seharusnya bahu-membahu di dunia tempat atheisme dan kebencian terhadap agama berkembang luas. 

Berdasarkan atas pandangan-pandangan mendasar ini, kami menghimbau kepada bangsa Israel (dan semua umat Yahudi) untuk mengakui kenyataan-kenyataan berikut ini: 

1) Umat Muslimin dan Yahudi percaya pada satu Tuhan, Sang Pencipta alam semesta dan segala makhluk di dalamnya. Kita adalah hamba-hamba Tuhan, dan kepadanyalah kita semua akan kembali. Jadi mengapa saling membenci? Kitab-kita suci yang kita imani berbeda kulit luarnya, namun hakikatnya adalah sama, karena semuanya berasal dari Tuhan yang sama. Oleh karena itu, kita semua tunduk kepadanya. Jadi mengapa kita harus saling berperang? 

2) Daripada hidup bersama dengan umat Muslimin, apakah umat Yahudi yang taat lebih menyukai hidup berdampingan dengan orang-orang atheis atau kafir? Taurat penuh dengan perkataan-perkataan yang menggambarkan kekejaman sadis yang ditimpakan atas umat Yahudi oleh orang-orang kafir. Pemusnahan bangsa dan kekejaman yang sadis dilakukan kepada mereka oleh orang-orang Atheis dan orang-orang yang tak beriman (seperti Nazi, kalangan rasis anti-Semit, atau rezim komunis seperti Stalin di Rusia) jelas sudah untuk kita semua. Kekuatan para Atheis dan kafir ini membenci umat Yahudi, sehingga menindas mereka, karena mereka percaya kepada Tuhan. Tidakkah Yahudi dan Muslimin berada di
pihak yang sama dalam melawan kekuatan para atheis, komunis, atau rasis yang membenci mereka berdua? 

3) Kaum Muslimin dan Yahudi saling mencintai dan menghormati nabi-nabi yang sama. Nabi Ibrahim (Abraham), Ishaq (Isaac), Yusuf (Joseph), Musa (Moses), atau Daud (David), Alaihumassalam, paling tidak sama pentingnya bagi umat Muslimin seperti halnya Yahudi. Tanah tempat tokoh-tokoh suci ini tinggal dan mengabdi kepada Tuhan paling tidak sama sucinya bagi Muslimi maupun Yahudi. Jadi mengapa membiarkan tanah ini dibasahi darah dan air mata? 

4) Nilai-nilai dasar Yahudi juga dianggap sakral oleh kami, Muslimin. Kata "Israel" adalah nama Nabi Ya'qub (Jacob) AS, yang dipuji dalam Al-Qur'an dan dikenang dengan penuh penghormatan oleh umat Muslimin. Bintang Daud (Star of David), sebuah lambang yang dihubungkan dengan Raja Daud juga menjadi lambang suci bagi kami. Menurut Al-Qur'an 22:40., umat Muslimin harus melindungi sinagog-sinagog karena semuanya adalah tempat beribadah. Jadi mengapa penganut kedua agama ini tidak hidup bersama dalam kedamaian? Yahudi dan Muslim mempercayai Tuhan yang sama. Tentara Israel yang benar-benar beriman tidak boleh lupa bahwa Tuhan melarang membunuh orang-orang tak bersalah dan menggunakan kekerasan dan kekejaman, dan telah memerintah kita untuk tenggang rasa, saling memahami, dan damai. Palestina adalah rumah bagi banyak tempat-tempat suci Yahudi, Kristen, dan Islam. Semua orang beriman sejati harus melihat cinta, kasih sayang, dan perdamaian menggantikan darah, air mata, dan permusuhan di daerah ini.


5) Taurat memeritahkan umat Yahudi untuk membangun perdamaian dan keamanan, bukan merebut tanah orang lain dan menumpahkan darah. Kaum Israel digambarkan sebagai "cahaya bagi bangsa-bangsa" di dalam Taurat. Seperti dinyatakan oleh "Para Rabbi untuk Hak Azazi Manusia":
 
Kita diajarkan: Semata-mata keadilan, keadilan'' (Ulangan 16:20). Mengapa kata keadilan disebut dua kali? Karena menurut kebiasaan kita, kita harus mencapai sebuah keadilan dengan arti makna yang adil. Dalam mempertahankan diri kita, kita harus selalu berpegang kepada visi para nabi tentang kesusilaan dan kemanusiaan. Selamatnya umat Yahudi tidak hanya akan ditentukan oleh kebijaksanaan jasmaniahnya saja, melainkan juga oleh keikhlasan akhlaknya.1 

Jika bangsa Israel terus memperlakukan orang Palestina seperti yang mereka lakukan sekarang, mereka mungkin tidak akan mampu mempertanggung jawabkan hal itu kepada Tuhan. Demikian pula, orang-orang Palestina yang membunuh orang-orang Israel yang tak berdosa mungkin juga tidak akan mampu mempertanggungjawabkan pembunuhan itu. Bukankah merupakan sebuah kewajiban di mata Tuhan untuk mengakhiri sebuah peperangan, yang membawa kedua belah pihak ke dalam penindasan yang tak berujung? 

Kami mengajak semua umat Yahudi untuk merenungkan kenyataan-kenyataan ini. Allah memerintahkan kami orang-orang Muslim untuk mengajak orang Yahudi dan Nasrani menuju "rumusan bersama": 

Katakanlah, "Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah." Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka, "Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)." (Qu'ran, 3:64) 

Inilah himbauan kami kepada orang Yahudi, salah satu Ahli Kitab: Sebagai orang yang percaya kepada Tuhan dan menghormati perintah-perintah-Nya, mari kita bergandengan bersama dalam satu rumusan bersama "keimanan." Mari kita cintai Allah, Tuhan dan Pencipta kita semua. Mari kita tunduk kepada perintah-perintah-Nya. Mari kita beribadah kepada Allah untuk memimpin kita seterusnya di atas jalan kebenaran. Mari kita ciptakan cinta, belas kasih, dan perdamaian kepada satu sama lain dan kepada dunia, bukan permusuhan, pertumpahan darah, dan kekejaman. 

Di sinilah pemecahan bagi tragedi bangsa Palestina dan pertikaian lain di dunia terletak. Kematian dan penderitaan begitu banyak orang-orang tak berdosa mengingatkan kita setiap hari akan betapa pentingnya tugas ini. Muslim Palestina, orang Yahudi, dan Kristen yang tulus, semuanya menginginkan perdamaian dan keamanan untuk menggantikan pertikaian yang kelihatannya tak berujung ini. Semuanya berdoa bersama untuk ini.

Bagaimana Persoalan Palestina Dapat Dipecahkan? 

Yerusalem, sebuah tempat yang suci bagi ketiga agama wahyu, seharusnya menjadi sebuah kota tempat manusia bisa beribadah bersama dalam damai. Dengan menggunakan dasar-dasar toleransi dan kerendahan hati yang disebutkan di atas, pertikaian bangsa Israel-Palestina, yang telah menyebabkan begitu banyak pertumpahan darah selama 50 tahun terakhir ini, dapat dipecahkan. Dalam pandangan kita, dibangunnya perdamaian tergantung pada dua syarat: 

1) Israel harus segera menarik diri dari semua daerah yang didudukinya selama perang 1967 dan mengakhiri pendudukan yang terjadi karenanya. Ini adalah kewajiban menurut hukum internasional, berbagai resolusi Dewan Keamanan PBB, dan keadilan itu sendiri belaka. Semua pendudukan di Tepi Barat dan Jalur Gaza harus diakui sebagai hak milik yang berdiri sendiri dari Negara Palestina. 

2) Yerusalem Timur, daerah tempat ibadah penting yang dimiliki tiga agama samawi, harus dikelola oleh pemerintah Palestina. Akan tetapi, daerah ini harus mempunyai kedudukan khusus dan dijadikan sebuah kota perdamaian yang dapat dikunjungi semua umat Yahudi, Nasrani, dan Muslimin dengan aman, dalam perdamaian dan kesejahteraan, di mana mereka dapat beribadah dengan aman. 

Jika semua syarat ini terpenuhi, baik bangsa Israel maupun Palestina akan mengakui hak satu sama lain untuk hidup, berbagi tanah Palestina, dan memecahkan pertanyaan-pertanyaan yang masih dipertentangkan tentang kedudukan Yerusalem dengan cara yang memuaskan pihak-pihak terkait dari ketiga agama. 

Pada halaman-halaman berikutnya dari buku ini, kita akan membahas dan menelaah sejarah persoalan Palestina berdasarkan pandangan yang kita kemukakan di atas. Harapan kita adalah bahwa permusuhan yang berkelanjutan selama 50 tahun terakhir ini serta prasangka, dan pembunuhan, pembantaian yang mengikutinya akan berakhir; bahwa orang-orang Palestina bisa mendapatkan sebuah tanah air yang memberi mereka kedamaian, keamanan, dan kesejahteraan yang pantas mereka dapatkan; dan bahwa bangsa Israel akan menghapuskan kebijakan penyerangan dan pendudukan, yang menzalimi rakyatnya sendiri maupun rakyat Palestina, sehingga mereka mampu hidup dengan damai bersama tetangganya dengan batas hukum sebelum 1967. 

1-Rabbis for Human Rights www.rhr.israel.net/statement.shtml Sumber: http://www.tragedipalestina.com/seruan.html

Menentukan Arah Utara Sebenarnya (Geografis) dengan Bantuan Matahari


Untuk keperluan penentuan arah kiblat, yang biasa ditanyakan adalah: bagaimana menentukan arah utara. Hal ini disebabkan informasi arah kiblat yang biasa diberikan adalah relatif terhadap utara geografis (utara sebenarnya, utara sejati, atau true north), bukan arah utara kompas. Arah utara geografis digunakan sebagai acuan karena arah utara kompas bisa berubah-ubah tiap tahun dan sangat dipengaruhi medan magnet sekitarnya.
Kutub utara magnet bumi juga tidak berhimpit dengan kutub utara rotasi bumi. Kutub utara magnet ini dinamis dan bergeser setiap saat. Karena itu, arah utara kompas tidak selalu menunjuk arah utara geografis. Sementara itu arah utara geografis inilah yang dirujuk pada berbagai peta atau perhitungan arah kiblat.

Cara mudah dan cepat

 

  1. Cara pertama yang cukup mudah dan cepat adalah dengan mengandalkan asumsi bahwa matahari bergerak dari timur ke barat (sebenarnya rotasi bumi menuju arah sebaliknya).
  2. Ambil tongkat atau apa saja yang bisa ditegakkan di atas tanah. Pilih permukaan yang rata dan datar (tidak miring). Usahakan mendirikan tongkat tersebut setegak lurus mungkin. Tongkat dengan ujung kecil atau runcing akan memberikan hasil yang lebih akurat.
  3. Beri tanda pada bayangan ujung tongkat. Misalnya dengan pensil, kapur atau tancapan pin atau paku. Usahakan tandanya sekecil mungkin pada ujung tongkat.
  4. Tunggu sekitar 10-15 menit. Bayangan akan sudah bergerak, namun tidak terlalu jauh. Beri tanda pada bayangan ujung tongkat.
  5. Hubungkan tanda pertama dengan ke dua dengan garis lurus. Itulah arah barat timur. Arah utara selatan dapat dibuat dengan garis yang tegak lurus arah barat timur. Jika anda berdiri di atas garis barat timur dan tanda pertama berada di sebelah kiri anda, maka anda sedang menghadap arah utara geografis.

Cara lebih akurat

 

  1. Tegakkan tongkat lurus di atas tanah yang datar seperti cara mudah di atas. Namun anda harus mulai pengamatan bayangan paling tidak 1 jam sebelum tengah hari.
  2. Tandai bayangan ujung tongkat. Ukur panjang bayangan dengan penggaris atau seutas tali atau potong tongkat lain (kertas) sepanjang panjang bayangan. Atau sebagai alternatif, buatlah tanda lingkaran dengan titik tengah pangkal tongkat dan jari-jari sepanjang panjang bayangan tongkat. (Gunakan tali yang diikatkan pada pangkat tongkat sebagai alat bantu membuat lingkaran)
  3. Setelah lewat tengah hari, amati bayangan. Bayangan akan semakin panjang. Ukurlah bayangan tiap beberapa menit dan berilah tanda ujung bayangan jika bayangan tongkat telah sama dengan panjang bayangan pada saat pengukuran pertama. Atau jika anda menggunakan cara menggambar lingkaran, amati ujung bayangan hingga menyentuh garis keliling lingkaran dan tandailah tempat persentuhan saat itu.
  4. Hubungkan tanda pertama dengan ke dua dengan garis lurus. Sekali lagi, itulah arah barat timur. Arah utara selatan dapat dibuat dengan garis yang tegak lurus arah barat timur. Jika anda berdiri di atas garis barat timur dan tanda pertama berada di sebelah kiri anda, maka anda sedang menghadap arah utara geografis.