Sebenarnya hal ini terus menjadi motivasi untuk terus memperbaharui semangat menuju kualitas hidup yang terus membaik. Tiba-tiba ada seorang adik menanyakan via whatsapp apa titik balik dari kehidupanku. Sambil tersenyum mengingat beberapa potongan episode kehidupan, bingung kemudian apa yang akan kutulis untuk membalas pertanyaan adik solihah itu :)
Bagi saya masa lalu adalah masa yang selalu menjadi tolak ukur, menjadi standar berikutnya untuk menentukan target kualitas hidup masa mendatang. Laiknya keimanan yang dipesankan oleh Sayyidina Ali ra sebagai sesuatu yang selalu fluktuatif, masa lalu sangat berguna diambil hikmahnya untuk memastikan grafik yang fluaktif itu tetap berada pada posisi menanjak. Kita semua pasti pernah melakukan hal yang benar dan juga tidak jarang melakukan kesalahan. Semakin mempelajari Islam dan berazam untuk memegang teguhnya sebagai gaya hidup, membuatku tidak pernah bosan mengikuti kajian, membaca buku, atau apapun yang dapat menambah pengetahuanku. Semakin seringnya belajar, semakin banyak hal yang diketahui, menyadarkanku bahwa betapa tiada mengetahuinya saya. Dan ini menjadi motivasi besar saya tidak selalu puas dalam belajar, olehnya kehidupan ini adalah perjalanan panjang pembelajaran.
Waktu pertama kali mengikuti pesantren kilat, seketika tersadar bahwa menutup aurat itu adalah satu perintah yang Allah perintahkan. Rasanya seperti selama ini "kemane aje", sekian tahun belajar baca Quran, membacanya berulang, tapi sampai umur segitu baru ngeh. Semoga Allah ampuni kelalaian yang ada. Dengan tekad bulat akhirnya saya merealisasikan hidayah untuk menuju pada seruanNya setelah pesantren kilat berakhir. Tidak sedikit sambutan berupa olokan dari orang di jalanan yang tidak saya kenal ketika saya melewati mereka, bahkan dari salah satu guru yang selama ini yang saya kagumi juga menyampaikan ketidakrelaannya saya menggunakan kerudung, tapi semua itu malah menguatkan saya untuk istiqamah.
Tiga tahun kemudian, membuatku melepas kerudung itu. Bagaimana mungkin, pergaulanku menjadi standar bagaimana kerudungku diartikan semua orang, dan saya menjadi gerah dengan persepsi terhadap "kerudung gaul". Banyak di antara mereka melihat saya dengan segala kekuranganku menjadi representasi kerudung masa itu. Kegerahan dengan anggapan mengeneralisir itu mengartikan semangatku untuk melepas kerudung itu. Tapi betapa saya harus merasakan ketidaknyamanan yang banyak untuk kemudian membuatku sadar bahwa itu adalah pilihan keliru. Dan akhirnya saya kembali mengenakan kerudungku secara syar'i, mengingat petikan ayat ...Masuklah ke dalam Islam dengan kaafah...
Hari baru itu saya mulai, tidak satupun teman - teman SMA waktu itu tahu rencana penampilan baruku. Satu sekolah cukup geger, padahal sekolah saya saat ini berada pada lingkungan mayoritas muslim. Sedikit teringat pertemuan awal kelas agama, beberapa orang yang duduk tepat di belakangku berbisik mengira saya salah satu siswa yang beragama non muslim, subhanallah. Hari itu banyak anak kelas lain yang datang untuk melihat penampilan baruku, termasuk para senior, juga di dalam kelas tidak kalah hebohnya. Hari itu juga dengan modal pulsa dan hp temanku yang kupinjam kuputuskan untuk mengakhiri hubungan dengan pacarku yang lagi baik - baiknya (ini kali kesekian hp ku hilang). Kami bahkan berada di pulau yang berbeda, sore hingga dini hari telp di rumah pun tidak kalah ramainya. Mantan pacarku yang saya putuskan secara sepihak tidak menerima keputusanku dan ingin menyampaikan argumennya, tapi saya enggan untuk menerima telpnya karena khawatir goyah hatiku hanya karena alasan tidak tega pada orang yang mengiba. Dini hari, sepupuku yang baru pulang dari rumah temannya untuk urusan tesis tiba-tiba berteriak memanggil namaku dan mengabarkan ada telp dari adikku, dengan semangat segera kuangkat. Baru berujar "halo", seketika sapaanku dibalas dan saya tahu orang yang berada di seberang sana bukan adikku. Kenapa pula saya lupa kalau ini dini hari dan mana mungkin adikku menelpon? Mau tidak mau harus saya hadapi, "Kenapa Diba minta putus?", tanyanya. "Seperti yang saya sampaikan, kalau saya ingin berislam dengan baik dan pacaran merupakan aktivitas yang banyak mengandung hal yang dilarang agama setahuku", jawabku. "Tapi kan kita berjauhan, tidak mungkin bikin apa-apa juga kok", sanggahnya. "Iya, tapi maaf ini sudah jadi keputusanku", seketika kututup telepon dan berakhirlah percakapan itu hingga beberapa tahun kemudian.
Ah, sudahlah kita sudahi saja kisah itu...
Alhamdulillah saya jadi sangat bersemangat untuk terus mencari tahu tentang Islam sebagai pegangan hidup, sempat ikut pengajian dengan label harakah berbagai macam hingga akhirnya menemukan tambatan hati dengan keluasan pemahaman keislaman yang moderat yang ditawarkan. Saya jatuh cinta dengan konsep dan urutan pencapaiannya, saya tertarik dengan akhlak orang-orang yang bekerja di dalamnya, dan saya berkeinginan menjadi minimal seperti mereka.
Waktu berlalu dan akhirnya Allah takdirkan saya memiliki kesempatan untuk menuntut ilmu di 'Kampus Perjuangan' UI Depok. Di sini saya rasa potensi saya cukup bisa saya gali dengan mempelajari sistem kerja juga berinteraksi dengan berbagai macam orang dengan asal daerah yang juga bermacam.
Berikutnya 'Idealisme Kami' yang dibacakan tiap pagi dalam lima hari PSAF buat saya terilhami apa tujuan hidup saya dan menetapkan keinginan besar di dalam hati. Bahwa, tidak cukup berilmu namun juga perlu memberikan sumbangsih riil pada kehidupan ini. Pikiranku meloncat bermil-mil kilometer pada kampung halamanku yang berada di daerah pegunungan tengah Papua. Azamku waktu itu adalah bersungguh-sungguh mengambil semua saripati ilmu di kampus ini untuk menjadi bekal di kampungku. Dan dimulaillah kehidupan kampusku yang cukup dinamis. Beberapa amanah dipercayakan ke saya, dan selalu coba saya selesaikan dengan baik.
Di liburan panjang tahun pertama saya memutuskan untuk pulang selama 3 bulan untuk membangun link dan mencoba mengenal medan. Alhamdulillah semua berjalan lancar dan terus saya jaga silaturahim yang sudah terbangun selama 4 tahun berikutnya kehidupanku di kampus dan selama itu pula saya tidak pulang secara fisik namun terus mengintensifkan diri dengan segala media komunikasi yang bisa diakses untuk menjaga komunikasi yang sudah ada.
And now, I'm on my hometown. I think whatever you do, you'll be jealous to me hehe.
Maybe at the next posting I'll share how I'm falling in love with my life now. FYI, my jobs now are all of what I wanna do :)
Thanks God, I always beg to You to give chances to be better for my great life. Alhamdulillah...